• Selasa, Mei 26, 2015
  • Admin Blog
Kebahagiaan didamba setiap orang. Tidak ada orang yang tidak ingin hidupnya bahagia. Semua berusaha keras agar hidupnya bahagia. Tetapi apa sesungguhnya sumber kebahagiaan itu? Jawaban atas pertanyaan ini ternyata sangat beragam. Ada orang yang melihatnya pada tumpukan harta yang melimpah. Orang yang mengukur kebahagiaan dari harta benda akan berusaha keras mengejar dan mencari harta sebanyak-banyaknya. Mereka mengira kebahagiaan terletak pada kekayaan, kesenangan hidup, kelimpahan harta dan tercukupinya segala kebutuhan materi. Apakah ketika harta telah melimpah, kebahagiaan hidup akan mereka raih?
Nampaknya, kebanyakan manusia mencari kebahagiaan bukan pada tempatnya. Mereka ibarat kembalinya orang yang mencari mutiara di padang sahara; kembali dengan tangan kosong, badan lelah, jiwa tersiksa dan harapan terputus.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzî, dikatakan: Barangsiapa akhirat menjadi tujuannya maka Allah akan menjadikan kekayaan dalam hatinya, mengumpulkan kekuatan baginya dan dunia akan datang kepadanya dengan mudah. Dan barangsiapa dunia menjadi tujuannya maka Allah akan menjadikan kemiskinan di hadapan matanya, melemahkan kekuatannya dan dunia tidak datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan baginya. Pecinta dunia akan selalu ditemani tiga hal: keinginan yang tiada henti, rasa lelah yang tak pernah sirna, dan kesedihan yang tak pernah reda. Dalam sebuah hadis disebutkan: ”Seandainya seseorang memiliki dua lembah emas, pasti dia akan mencari yang ketiga.” Kebahagiaan bukan terletak pada gelimangan harta, tingginya jabatan, banyaknya keturunan, atau diraihnya keuntungan materi. Kebahagiaan adalah sesuatu yang bersifat maknawi; tidak terlihat oleh mata, tidak dapat ditimbang dengan timbangan, tidak dapat disimpan dalam gudang, dan tidak dapat dibeli dengan uang. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan seseorang dalam dirinya berupa kebeningan jiwa, kedamaian hati, kelapangan dada dan ketenangan nurani. Kebahagiaan tumbuh dari dalam diri manusia, tidak didatangkan dari luar dirinya.

Memang tidak dapat disangkal bahwa aspek materi memiliki andil dalam mewujudkan kebahagiaan hidup. Rasul Saw. sendiri pernah bersabda: ”Di antara kebahagiaan anak Adam adalah istri salehah, tempat tinggal yang layak, dan kendaraan yang layak”(HR Ahmad). Namun andil ini bukan yang utama dan tidak besar. Yang jadi ukuran pada aspek ini adalah al-kayf (kualitas), bukan al-kam (kuantitas). Cukuplah menjadi kebahagiaan bagi seseorang apabila dalam hidupnya ia terbebas dari kesempitan-kesempitan materi yang menyesakkan dada, seperti istri yang durhaka, tempat tinggal dan kendaraan yang tidak layak; dan dikaruniai rasa aman, kesehatan serta dimudahkan mendapatkan bahan pangan. Betapa indah dan benar hadis Nabi yang mengatakan: ”Barangsiapa bangun pagi dalam keadaan tenang jiwanya, sehat badannya, dan memiliki bahan pangan yang mencukupi harinya, maka seakan-akan dunia beserta isinya adalah miliknya”(HR al-Bukhârî).
Jika jiwa dan hati merupakan lahan tempat tumbuh pohon kebahagiaan, maka iman kepada Allah dan hari akhir merupakan air, pupuk, udara dan cahaya yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan kehidupan pohon itu. Iman memancarkan sumber-sumber mata air kebahagiaan dalam hati. Tidak akan terwujud kebahagiaan tanpa sumber-sumber mata air itu, yaitu ketenangan, kedamaian, harapan, keridhaan, dan cinta.
* DR. H. Abad Badruzzaman

Unordered List

Sample Text

Media JEMPOL. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Entri Populer

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget