Kota Al-Balad secara harfiah
berarti negara. Sekitar 2.500 tahun lalu, kawasan ini hanyalah sebuah desa
nelayan . kota tua ini didirikan pada abad ke-7 Masehi sebagai pusat kota
Jeddah. Karena tempatnya strategis, Al-Balad kemudian berkembang sebagai tempat
singgah lalu lintas perdagangan antara Yaman dan Eropa. Al Balad pernah
diibaratkan sebagai kota seribu satu malamnya Arab Saudi. Karena disini
berkumpul para saudagar Arab, sehingga menjadikan Al Balad sebagai jantung kota
Jeddah. Sekarang walaupun bukan lagi menjadi pusat kegiatan perdagangan
satu-satunya, namun Al Balad tetap menjadi ruh kota Jeddah, karena masih
menjadi sentra aktifitas bisnis dan perdagangan. Oleh karena itu Balad juga
sering di juluki Parisnya Arab (Parijs van Arab). Balad menjadi surge
berbelanja bagi masyarakat, baik masyarakat Jeddah maupun luar negeri, termasuk Jamaah Haji Indonesia.
Disini terdapat berbagai kebutuhan, mulai skala eceran hingga Grosir, dari
barang antic hingga produk modern, dari produk local hingga impor. Banyak
tempat penukaran uang asing termasuk menerima tukar Rupiah.
Baca Juga Artikel :jeddah-pintu-masuk-kota-makkah-madinah
Balad adalah masa lalu Jeddah. Di
kawasan ini gedung-gedung renta dengan dua hingga lima lantai yang rata-rata
berumur lebih dari 100 tahun berdiri berhimpitan di bawah bayangan
gedung-gedung pencakar langit bergaya modern, dan diantara hiruk pikuk aktifits
jual beli di pusat perdagangan Bab Makkah, Bab Syarif, dan Souq Al-Alawi.
Bangunan bekas tempat tinggal pedagang-pedagan kaya Jeddah pada masa lalu itu
di bangun berdekatan satu sama lain, hanya dipisahkan dengan gang gang sempit
selebar satu hingga dua meter, sehingga pada musim panas pejalan kaki yang
melewatinya bisa berlindung dari sengatan cahaya matahari dibawah bayangannya.
Pada tahun 1940-an, tembok-tembok peninggalan Turki Usmani yang meindungi
kawasan ini di robohkan, padahal tembok tersebut merupakan peninggalan sejarah.
Walaupun demikian masih banyak yang tersisa. Pada tahun 1970 hingga 1980-an
ketika Jeddah (dan Arab Saudi) mulai kaya booming minyak, banyak warga Jeddah
yang bergerak ke utara menjauh dari Al-Balad karena dianggap terlalu padat