- Selasa, Mei 26, 2015
- Admin Blog
- Motivasi
Joe Vitale, seorang
penulis Spiritual Marketing. Berpendapat bahwa dari pengalamannya mendapati
semakin seseorang rela memberi (bersedekah) maka semakin banyak apa yang
dia sumbangan itu kembali kepada dirinya dengan berlipat-lipat. Kalu dia
nyumbang uang, maka (biasanya) akan datang uang. Kalau tenaga, maka akan kembali
banyak bantuan. Kalau ilmu, maka akan kembali lebih banyak ilmu. Akhirnya dia
menyimpulkan teori "to give in order to get" anda
akan mendapatkan apa yg anda berikan ,..itulah suatu hukum universal.
Selain itu bersedekah
juga menghindarkan diri dari marabahaya.
Ada sebuah kisah
tentang seorang yang ditunda kematiannya karena bersedekah. Suatu ketika
rasulullah sedang duduk bersama para sahabat. Lalu melintaslah seorang yang
memanggul kayu bakar. Tiba-tiba Rasulullah berkata kepada para sahabat,
"Orang ini akan meninggal nanti siang."
Baca Juga Artikel :keberhasilan-dan-kasih-sayang-renungan
Sorenya ketika
Rasulullah duduk bersama para sahabat, melintaslah orang tersebut. Maka
dipanggillah orang tersebut oleh rasul dan ditanya, "Aku diberitahu
(malaikat) tadi pagi bahwa kamu akan menemui ajal siang tadi. Tapi kulihat kamu
masih segar bugar. Apa yang telah kamu lakukan?" Kemudian orang itu
berkisah bahwa tadi pagi dia membawa bekal makan siang. Lalu di tengah jalan
bekal itu dia sedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Selanjutnya, kata orang
itu, saat kayu-kayu bakar diletakkan tiba-tiba seekor ular hitam keluar dari
dalamnya. Rasulullah kemudian menjelaskan bahwa ular itulah yang sedianya akan
mematuk orang tersebut, namundia berpindah takdir karena sedekahnya
menghidarkan dia dari bahaya tersebut.
Kisah itu menunjukkan
keutamaan sedekah yang bisa menghindarkan diri dari bahaya, sekaligus
menujukkan bahwa cara Tuhan membalas sedekah tidak dalam bentuk dan jalan yang
kita duga. ....Nah, bulan Ramadhan adalah saat tepat kita bersedekah krn Allah
Akan melipat gandakan pahalaNya bagi yg mau bersedekah di bulan Ramadhan ,..
Sudahkah anda
bersedakah,...?
- Selasa, Mei 26, 2015
- Admin Blog
- Motivasi
Di Yunani
kuno, Socrates terkenal memiliki pengetahuan yang tinggi dan sangat terhormat.
Suatu hari seorang kenalannya bertemu dengan filsuf besar itu dan berkata,
“Tahukah Anda apa yang saya dengar tentang teman Anda?”
“Tunggu
beberapa menit,” Socrates menjawab. “Sebelum Anda menceritakan apapun pada
saya, saya akan meberikan suatu test sederhana. Ini disebut Triple Filter
Test.”
“Triple
filter Test?”
“Benar,”
kata Socrates. “Sebelum kita bicara tentang teman saya, saya kira bagus kalau
kita mengambil waktu beberapa saat dan menyaring apa yang akan Anda katakan.
Itulah sebabnya saya menyebutnya triple filter test.”
Filter
petama adalah KEBENARAN. “Apakah Anda yakin sepenuhnya bahwa yang akan Anda
katakan pada saya benar?”
“Tidak,”
jawab orang itu, “Sebenarnya saya hanya mendengar tentang itu.”
“Baik,” kata
socrates. “Jadi Anda tidak yakin bila itu benar. Baiklah sekarang saya berikan
filter yang kedua, filter KEBAIKAN. Apakah yang akan Anda katakan tentang teman
saya itu sesuatu yang baik?”
“Tidak,
malah sebaliknya…”
“Jadi,”
Socrates melanjutkan, “Anda akan berbicara tentang sesuatu yang buruk tentang
dia, tetapi Anda tidak yakin apakah itu benar. Anda masih memiliki satu
kesempatan lagi karena masih ada satu filter lagi, yaitu filter KEGUNAAN.
Apakah yang akan Anda katakan pada saya tentang teman saya itu berguna bagi
saya?”
“Tidak, sama
sekali tidak.”
“Jadi,”
Socrates menyimpulkannya, “bila Anda ingin mengatakan sesuatu yang belum tentu
benar, buruk dan bahkan tidak berguna, mengapa Anda harus mengatakannya kepada
saya?”
Itulah
mengapa Socrates adalah filsuf besar dan sangat terhormat. Teman2 FB, mari
gunakan triple filter test setiap kali Anda mendengar sesuatu tentang kawan
dekat atau kawan yang Anda kasihi. Okay SEMANGATTT
*DR.H. Abad
Badruzzaman
- Selasa, Mei 26, 2015
- Admin Blog
- Ramadhan
Hakikat manusia bukan hanya pada kulit muka
yang terbuat dari tanah, yakni daging, darah dan tulang, tetapi lebih pada
kelembutan Rabani yang dengannya manusia merasa, beremosi, bereaksi, merasa
sakit, dan mengasihi, yaitu hati yang peka. Di antara sifat Mukmin yang paling
menonjol adalah bahwa ia memiliki hati yang peka, halus, lembut, dan penuh
kasih. Dengan hati seperti inilah, seorang Mukmin menyikapi semua kejadian dan
setiap orang. Orang lemah ia sayangi, kepada orang sakit ia berempati, orang
miskin ia santuni, dan orang tak punya ia bantu. Dengan hatinya yang peka dan
penuh kasih, tak pernah ia menyakiti dan jauh dari berbuat onar. Dengan hatinya
yang peka dan penuh kasih, ia menjadi sumber kebaikan, kebajikan dan kedamaian
bagi apa saja dan siapa saja yang ada di sekitarnya.
Baca Juga artikel :iman-dan-kebahagiaan-renungan-ramadhan
Seorang Mukmin memiliki hati yang penyayang.
Semboyan hidupnya adalah takhalluq bî akhlâq Allâh(berupaya
meneladani akhlak Allah) dan memiliki bagian dari nama-nama-Nya yang baik (al-asmâ`
al-husnâ). Di antara akhlak Tuhan yang paling nampak adalah al-rahmah (kasih
sayang) yang meliputi segala sesuatu, mencakup Mukmin dan kafir, yang baik dan
yang jahat, serta meliputi dunia dan akhirat. Dan di antara nama Allah yang
paling menonjol adalah al-rahmân al-rahîm (Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang). Kedua nama ini merupakan nama paling masyhur
setelah nama Allâh. Seorang Mukmin, setiap kali membaca al-Qur`an
atau memulai satu surat al-Qur`an pasti memulainya dengan membaca: بسم الله الرحمن الرحيم (dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Dua nama ini juga
disebut dalam salat-salat fardu tidak kurang dari 34 kali sehari. Belum lagi
kalau ditambah salat sunnah, tentu dua nama ini lebih sering lagi diulang.
Yang jelas, dua nama ini memiliki pengaruh
yang kuat dalam jiwa seorang Mukmin. Di samping bahwa dua nama ini
mengharuskannya melakukan ibadah dan pengabdian kepada Allah, keduanya juga
mendorongnya meneladani nama-nama-Nya terutama rahmân rahîm-Nya.
Di antara upaya hamba meneladani ke-rahmân-Nya
adalah mengasihi hamba-hamba-Nya yang lalai dengan memalingkan mereka dari
jalan kelalaian ke jalan Allah dengan memberi mereka nasihat dan wejangan
dengan penuh kelembutan; memandang para pelaku kemaksiatan dengan pandangan
kasih sayang bukan dengan pandangan kebencian; melihat setiap kemaksiatan yang
terjadi di bumi seakan kemaksiatan yang terjadi pada dirinya sehingga ia
terpacu untuk menghentikannya sekuat tenaga. Ini dilakukannya atas dasar kasih
kepada para pelaku kemaksiatan agar mereka tidak mendapatkan kemurkaan Allah
dan tidak semakin jauh dari-Nya.
Di antara upaya hamba meneladani ke-rahîm-Nya
adalah dengan tidak membiarkan orang yang membutuhkan melainkan membantunya
sekuat tenaga, tidak menelantarkan orang miskin melainkan bangkit menutupi
kemiskinannya dengan hartanya atau pun dengan kedudukan sosialnya, atau jika
tidak mampu menolong dengan harta dan kedudukannya, sekurangnya membantu dengan
doa dan berempati dengan menunjukkan kesedihan serta duka cita.
Seorang Mukmin sadar bahwa dirinya selalu
membutuhkan rahmat Allah. Dengan kasih sayang ilahiah ini ia hidup di dunia dan
beroleh kebahagiaan di akhirat. Namun ia juga yakin bahwa kasih sayang Allah
tidak dapat diraih kecuali dengan kasih sayang manusia. “Allah hanya menyayangi
hamba-hamba-Nya yang saling menyayangi.” “Orang yang tidak menyayangi tidak
akan disayangi.” “Sayangilah makhluk yang ada di bumi maka makhluk yang ada di
langit akan menyayangimu.”
Kasih sayang seorang Mukmin tidak hanya untuk
saudara-saudara Mukminnya saja, melainkan bagi seluruh umat manusia. Kepada
para sahabatnya Nabi Saw. bersabda: “Kalian tidak akan beriman sampai kalian
menyayangi.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, setiap kami adalah
penyayang.” Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bukan kasih sayang seseorang
kepada sahabatnya (saja) melainkan kasih sayang bagi semua” (HR. Thabrânî). Di
antara sifat kaum Mukmin disebutkan dalam al-Qur`an:
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
Dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan
untuk berkasih sayang (QS.
al-Balad/90: 17).
Bahkan kasih sayang seorang Mukmin bukan
hanya untuk sesama manusia yang berakal tetapi juga bagi hewan tak berakal. Ia
sadar bahwa dirinya bertanggung jawab di hadapan Tuhannya atas hewan-hewan tak
berakal itu. Kepada para sahabatnya Nabi Saw. menyatakan bahwa pintu surga
dibukakan bagi seorang wanita pelacur yang memberi minum seekor anjing lalu
Allah mengampuninya karenanya, dan bahwa pintu neraka dibukakan bagi seorang
wanita yang mengurung seekor kucing dan tidak memberinya makan sampai kucing
itu mati. Jika balasan bagi orang yang mengurung seekor kucing tanpa alasan
adalah seperti itu, maka gerangan apa balasan bagi orang yang mengurung puluhan
ribu anak manusia tanpa alasan yang benar?
Seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah:
“Ya Rasulullah, aku menyayangi kambing ketika aku menyembelihnya.” Nabi
bersabda: “Jika kamu menyayanginya maka Allah menyayangimu” (HR. al-Hâkim).
‘Umar pernah melihat laki-laki menyeret kambing dengan kakinya sebelum ia
menyembelihnya. ‘Umar berkata kepadanya: “Celakalah kau…bunuhlah kambing itu
dengan cara yang baik!”
* DR. H. Abad Badruzzaman
- Selasa, Mei 26, 2015
- Admin Blog
- Ramadhan
Kebahagiaan
didamba setiap orang. Tidak ada orang yang tidak ingin hidupnya bahagia. Semua
berusaha keras agar hidupnya bahagia. Tetapi apa sesungguhnya sumber
kebahagiaan itu? Jawaban atas pertanyaan ini ternyata sangat beragam. Ada orang
yang melihatnya pada tumpukan harta yang melimpah. Orang yang mengukur
kebahagiaan dari harta benda akan berusaha keras mengejar dan mencari harta
sebanyak-banyaknya. Mereka mengira kebahagiaan terletak pada kekayaan,
kesenangan hidup, kelimpahan harta dan tercukupinya segala kebutuhan materi.
Apakah ketika harta telah melimpah, kebahagiaan hidup akan mereka raih?
Nampaknya, kebanyakan manusia mencari kebahagiaan bukan pada
tempatnya. Mereka ibarat kembalinya orang yang mencari mutiara di padang
sahara; kembali dengan tangan kosong, badan lelah, jiwa tersiksa dan harapan
terputus.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzî,
dikatakan: Barangsiapa akhirat menjadi tujuannya maka Allah akan menjadikan
kekayaan dalam hatinya, mengumpulkan kekuatan baginya dan dunia akan datang
kepadanya dengan mudah. Dan barangsiapa dunia menjadi tujuannya maka Allah akan
menjadikan kemiskinan di hadapan matanya, melemahkan kekuatannya dan dunia
tidak datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan baginya. Pecinta dunia akan selalu ditemani tiga hal: keinginan yang
tiada henti, rasa lelah yang tak pernah sirna, dan kesedihan yang tak pernah
reda. Dalam sebuah hadis disebutkan: ”Seandainya seseorang memiliki dua lembah
emas, pasti dia akan mencari yang ketiga.” Kebahagiaan bukan terletak pada gelimangan harta, tingginya
jabatan, banyaknya keturunan, atau diraihnya keuntungan materi. Kebahagiaan
adalah sesuatu yang bersifat maknawi; tidak terlihat oleh mata, tidak dapat
ditimbang dengan timbangan, tidak dapat disimpan dalam gudang, dan tidak dapat
dibeli dengan uang. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan seseorang dalam dirinya
berupa kebeningan jiwa, kedamaian hati, kelapangan dada dan ketenangan nurani.
Kebahagiaan tumbuh dari dalam diri manusia, tidak didatangkan dari luar
dirinya.
Memang tidak dapat disangkal bahwa aspek materi memiliki andil
dalam mewujudkan kebahagiaan hidup. Rasul Saw. sendiri pernah bersabda: ”Di
antara kebahagiaan anak Adam adalah istri salehah, tempat tinggal yang layak,
dan kendaraan yang layak”(HR Ahmad). Namun andil ini bukan yang utama dan tidak
besar. Yang jadi ukuran pada aspek ini adalah al-kayf (kualitas), bukan al-kam
(kuantitas). Cukuplah menjadi kebahagiaan bagi seseorang apabila dalam hidupnya
ia terbebas dari kesempitan-kesempitan materi yang menyesakkan dada, seperti
istri yang durhaka, tempat tinggal dan kendaraan yang tidak layak; dan
dikaruniai rasa aman, kesehatan serta dimudahkan mendapatkan bahan pangan.
Betapa indah dan benar hadis Nabi yang mengatakan: ”Barangsiapa bangun pagi
dalam keadaan tenang jiwanya, sehat badannya, dan memiliki bahan pangan yang
mencukupi harinya, maka seakan-akan dunia beserta isinya adalah miliknya”(HR
al-Bukhârî).
Jika jiwa dan hati merupakan lahan tempat tumbuh pohon
kebahagiaan, maka iman kepada Allah dan hari akhir merupakan air, pupuk, udara
dan cahaya yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan kehidupan pohon itu. Iman
memancarkan sumber-sumber mata air kebahagiaan dalam hati. Tidak akan terwujud
kebahagiaan tanpa sumber-sumber mata air itu, yaitu ketenangan, kedamaian,
harapan, keridhaan, dan cinta.
* DR. H. Abad Badruzzaman
Langganan:
Postingan (Atom)