• Selasa, Mei 26, 2015
  • Admin Blog
Hakikat manusia bukan hanya pada kulit muka yang terbuat dari tanah, yakni daging, darah dan tulang, tetapi lebih pada kelembutan Rabani yang dengannya manusia merasa, beremosi, bereaksi, merasa sakit, dan mengasihi, yaitu hati yang peka. Di antara sifat Mukmin yang paling menonjol adalah bahwa ia memiliki hati yang peka, halus, lembut, dan penuh kasih. Dengan hati seperti inilah, seorang Mukmin menyikapi semua kejadian dan setiap orang. Orang lemah ia sayangi, kepada orang sakit ia berempati, orang miskin ia santuni, dan orang tak punya ia bantu. Dengan hatinya yang peka dan penuh kasih, tak pernah ia menyakiti dan jauh dari berbuat onar. Dengan hatinya yang peka dan penuh kasih, ia menjadi sumber kebaikan, kebajikan dan kedamaian bagi apa saja dan siapa saja yang ada di sekitarnya. 


Seorang Mukmin memiliki hati yang penyayang. Semboyan hidupnya adalah takhalluq bî akhlâq Allâh(berupaya meneladani akhlak Allah) dan memiliki bagian dari nama-nama-Nya yang baik (al-asmâ` al-husnâ). Di antara akhlak Tuhan yang paling nampak adalah al-rahmah (kasih sayang) yang meliputi segala sesuatu, mencakup Mukmin dan kafir, yang baik dan yang jahat, serta meliputi dunia dan akhirat. Dan di antara nama Allah yang paling menonjol adalah al-rahmân al-rahîm (Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Kedua nama ini merupakan nama paling masyhur setelah nama Allâh. Seorang Mukmin, setiap kali membaca al-Qur`an atau memulai satu surat al-Qur`an pasti memulainya dengan membaca: بسم الله الرحمن الرحيم (dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Dua nama ini juga disebut dalam salat-salat fardu tidak kurang dari 34 kali sehari. Belum lagi kalau ditambah salat sunnah, tentu dua nama ini lebih sering lagi diulang.
Yang jelas, dua nama ini memiliki pengaruh yang kuat dalam jiwa seorang Mukmin. Di samping bahwa dua nama ini mengharuskannya melakukan ibadah dan pengabdian kepada Allah, keduanya juga mendorongnya meneladani nama-nama-Nya terutama rahmân rahîm-Nya.

Di antara upaya hamba meneladani ke-rahmân-Nya adalah mengasihi hamba-hamba-Nya yang lalai dengan memalingkan mereka dari jalan kelalaian ke jalan Allah dengan memberi mereka nasihat dan wejangan dengan penuh kelembutan; memandang para pelaku kemaksiatan dengan pandangan kasih sayang bukan dengan pandangan kebencian; melihat setiap kemaksiatan yang terjadi di bumi seakan kemaksiatan yang terjadi pada dirinya sehingga ia terpacu untuk menghentikannya sekuat tenaga. Ini dilakukannya atas dasar kasih kepada para pelaku kemaksiatan agar mereka tidak mendapatkan kemurkaan Allah dan tidak semakin jauh dari-Nya.

Di antara upaya hamba meneladani ke-rahîm-Nya adalah dengan tidak membiarkan orang yang membutuhkan melainkan membantunya sekuat tenaga, tidak menelantarkan orang miskin melainkan bangkit menutupi kemiskinannya dengan hartanya atau pun dengan kedudukan sosialnya, atau jika tidak mampu menolong dengan harta dan kedudukannya, sekurangnya membantu dengan doa dan berempati dengan menunjukkan kesedihan serta duka cita.

Seorang Mukmin sadar bahwa dirinya selalu membutuhkan rahmat Allah. Dengan kasih sayang ilahiah ini ia hidup di dunia dan beroleh kebahagiaan di akhirat. Namun ia juga yakin bahwa kasih sayang Allah tidak dapat diraih kecuali dengan kasih sayang manusia. “Allah hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang saling menyayangi.” “Orang yang tidak menyayangi tidak akan disayangi.” “Sayangilah makhluk yang ada di bumi maka makhluk yang ada di langit akan menyayangimu.”
Kasih sayang seorang Mukmin tidak hanya untuk saudara-saudara Mukminnya saja, melainkan bagi seluruh umat manusia. Kepada para sahabatnya Nabi Saw. bersabda: “Kalian tidak akan beriman sampai kalian menyayangi.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, setiap kami adalah penyayang.” Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bukan kasih sayang seseorang kepada sahabatnya (saja) melainkan kasih sayang bagi semua” (HR. Thabrânî). Di antara sifat kaum Mukmin disebutkan dalam al-Qur`an:
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
Dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang (QS. al-Balad/90: 17).
Bahkan kasih sayang seorang Mukmin bukan hanya untuk sesama manusia yang berakal tetapi juga bagi hewan tak berakal. Ia sadar bahwa dirinya bertanggung jawab di hadapan Tuhannya atas hewan-hewan tak berakal itu. Kepada para sahabatnya Nabi Saw. menyatakan bahwa pintu surga dibukakan bagi seorang wanita pelacur yang memberi minum seekor anjing lalu Allah mengampuninya karenanya, dan bahwa pintu neraka dibukakan bagi seorang wanita yang mengurung seekor kucing dan tidak memberinya makan sampai kucing itu mati. Jika balasan bagi orang yang mengurung seekor kucing tanpa alasan adalah seperti itu, maka gerangan apa balasan bagi orang yang mengurung puluhan ribu anak manusia tanpa alasan yang benar?
Seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, aku menyayangi kambing ketika aku menyembelihnya.” Nabi bersabda: “Jika kamu menyayanginya maka Allah menyayangimu” (HR. al-Hâkim). ‘Umar pernah melihat laki-laki menyeret kambing dengan kakinya sebelum ia menyembelihnya. ‘Umar berkata kepadanya: “Celakalah kau…bunuhlah kambing itu dengan cara yang baik!”

 * DR. H. Abad Badruzzaman

Unordered List

Sample Text

Media JEMPOL. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Entri Populer

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget