Hakikat manusia bukan hanya pada kulit muka
yang terbuat dari tanah, yakni daging, darah dan tulang, tetapi lebih pada
kelembutan Rabani yang dengannya manusia merasa, beremosi, bereaksi, merasa
sakit, dan mengasihi, yaitu hati yang peka. Di antara sifat Mukmin yang paling
menonjol adalah bahwa ia memiliki hati yang peka, halus, lembut, dan penuh
kasih. Dengan hati seperti inilah, seorang Mukmin menyikapi semua kejadian dan
setiap orang. Orang lemah ia sayangi, kepada orang sakit ia berempati, orang
miskin ia santuni, dan orang tak punya ia bantu. Dengan hatinya yang peka dan
penuh kasih, tak pernah ia menyakiti dan jauh dari berbuat onar. Dengan hatinya
yang peka dan penuh kasih, ia menjadi sumber kebaikan, kebajikan dan kedamaian
bagi apa saja dan siapa saja yang ada di sekitarnya.
Baca Juga artikel :iman-dan-kebahagiaan-renungan-ramadhan
Seorang Mukmin memiliki hati yang penyayang.
Semboyan hidupnya adalah takhalluq bî akhlâq Allâh(berupaya
meneladani akhlak Allah) dan memiliki bagian dari nama-nama-Nya yang baik (al-asmâ`
al-husnâ). Di antara akhlak Tuhan yang paling nampak adalah al-rahmah (kasih
sayang) yang meliputi segala sesuatu, mencakup Mukmin dan kafir, yang baik dan
yang jahat, serta meliputi dunia dan akhirat. Dan di antara nama Allah yang
paling menonjol adalah al-rahmân al-rahîm (Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang). Kedua nama ini merupakan nama paling masyhur
setelah nama Allâh. Seorang Mukmin, setiap kali membaca al-Qur`an
atau memulai satu surat al-Qur`an pasti memulainya dengan membaca: بسم الله الرحمن الرحيم (dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Dua nama ini juga
disebut dalam salat-salat fardu tidak kurang dari 34 kali sehari. Belum lagi
kalau ditambah salat sunnah, tentu dua nama ini lebih sering lagi diulang.
Yang jelas, dua nama ini memiliki pengaruh
yang kuat dalam jiwa seorang Mukmin. Di samping bahwa dua nama ini
mengharuskannya melakukan ibadah dan pengabdian kepada Allah, keduanya juga
mendorongnya meneladani nama-nama-Nya terutama rahmân rahîm-Nya.
Di antara upaya hamba meneladani ke-rahmân-Nya
adalah mengasihi hamba-hamba-Nya yang lalai dengan memalingkan mereka dari
jalan kelalaian ke jalan Allah dengan memberi mereka nasihat dan wejangan
dengan penuh kelembutan; memandang para pelaku kemaksiatan dengan pandangan
kasih sayang bukan dengan pandangan kebencian; melihat setiap kemaksiatan yang
terjadi di bumi seakan kemaksiatan yang terjadi pada dirinya sehingga ia
terpacu untuk menghentikannya sekuat tenaga. Ini dilakukannya atas dasar kasih
kepada para pelaku kemaksiatan agar mereka tidak mendapatkan kemurkaan Allah
dan tidak semakin jauh dari-Nya.
Di antara upaya hamba meneladani ke-rahîm-Nya
adalah dengan tidak membiarkan orang yang membutuhkan melainkan membantunya
sekuat tenaga, tidak menelantarkan orang miskin melainkan bangkit menutupi
kemiskinannya dengan hartanya atau pun dengan kedudukan sosialnya, atau jika
tidak mampu menolong dengan harta dan kedudukannya, sekurangnya membantu dengan
doa dan berempati dengan menunjukkan kesedihan serta duka cita.
Seorang Mukmin sadar bahwa dirinya selalu
membutuhkan rahmat Allah. Dengan kasih sayang ilahiah ini ia hidup di dunia dan
beroleh kebahagiaan di akhirat. Namun ia juga yakin bahwa kasih sayang Allah
tidak dapat diraih kecuali dengan kasih sayang manusia. “Allah hanya menyayangi
hamba-hamba-Nya yang saling menyayangi.” “Orang yang tidak menyayangi tidak
akan disayangi.” “Sayangilah makhluk yang ada di bumi maka makhluk yang ada di
langit akan menyayangimu.”
Kasih sayang seorang Mukmin tidak hanya untuk
saudara-saudara Mukminnya saja, melainkan bagi seluruh umat manusia. Kepada
para sahabatnya Nabi Saw. bersabda: “Kalian tidak akan beriman sampai kalian
menyayangi.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, setiap kami adalah
penyayang.” Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bukan kasih sayang seseorang
kepada sahabatnya (saja) melainkan kasih sayang bagi semua” (HR. Thabrânî). Di
antara sifat kaum Mukmin disebutkan dalam al-Qur`an:
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
Dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan
untuk berkasih sayang (QS.
al-Balad/90: 17).
Bahkan kasih sayang seorang Mukmin bukan
hanya untuk sesama manusia yang berakal tetapi juga bagi hewan tak berakal. Ia
sadar bahwa dirinya bertanggung jawab di hadapan Tuhannya atas hewan-hewan tak
berakal itu. Kepada para sahabatnya Nabi Saw. menyatakan bahwa pintu surga
dibukakan bagi seorang wanita pelacur yang memberi minum seekor anjing lalu
Allah mengampuninya karenanya, dan bahwa pintu neraka dibukakan bagi seorang
wanita yang mengurung seekor kucing dan tidak memberinya makan sampai kucing
itu mati. Jika balasan bagi orang yang mengurung seekor kucing tanpa alasan
adalah seperti itu, maka gerangan apa balasan bagi orang yang mengurung puluhan
ribu anak manusia tanpa alasan yang benar?
Seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah:
“Ya Rasulullah, aku menyayangi kambing ketika aku menyembelihnya.” Nabi
bersabda: “Jika kamu menyayanginya maka Allah menyayangimu” (HR. al-Hâkim).
‘Umar pernah melihat laki-laki menyeret kambing dengan kakinya sebelum ia
menyembelihnya. ‘Umar berkata kepadanya: “Celakalah kau…bunuhlah kambing itu
dengan cara yang baik!”
* DR. H. Abad Badruzzaman